Bisnis.com, JAKARTA – Acronis, penyedia produk perlindungan siber, menyebutkan kasus serangan siber pada data masyarakat tumbuh 33 kali lebih cepat dan 60 persen perusahaan telah terkena serangan ransomware.
“Selain itu, 50 persen perangkat keras telah mati [karena diretas] dalam kurun 5 tahun, 80 persen pelanggaran adalah serangan baru atau tidak dikenal, dan 68 persen mengatakan frekuensi serangan siber pada pengguna telah meningkat pada 2020,” kata General Manager Acronis, Neil Morarji dalam diskusi ‘Kebocoran Data di Era Digital, Seberapa Bahaya?’, Senin (9/11/2020).
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa jumlah data yang kian tumbuh dengan cepat, tidak berjalan seiring dengan keamanan pusat data perusahaan. Pasalnya, hal ini mengakibatkan guncangan pada dampak bisnis dari serangan siber yang berhasil dilakukan.
“Dampaknya seperti 25 persen sistem dapat terhenti, 8 persen kerusakan reputasi, 23 persen pencurian aset informasi, 10 persen kerusakan infrastruktur dan 4 persen perusahaan akan mendapatkan gugatan, denda, dan tindakan regulasi lainnya,” ujarnya.
Dia pun menyebutkan bahwa setiap serangan yang berhasil mengenai perusahaan dapat menelan kerugian hingga US$7,1 juta untuk organisasi besar atau rata-rata US$301 per karyawan atau US$440 per titik akhir.
Di sisi lain, Chairman lembaga riset siber Indonesia Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha memperkirakan bahwa kerugian secara global atas serangan siber bisa menembus angka US$5 triliun.
“Ini terlihat dari rata-rata kerugian setiap perusahaan di Amerika Serikat (AS) dan eropa yang memiliki pegawai dibawah 1000 orang memiliki kerugian rata-rata tiap serangan malware sebesar US$133.000. Ini angka yang sangat tinggi,” katanya.
Sumber : https://teknologi.bisnis.com/read/20201109/84/1315543/menakutkan-acronis-serangan-siber-tumbuh-33-kali-lebih-cepat